MERAIH MIMPI MELALUI MENULIS


Ada ribuan kata yang tidak dapat diungkapkan melalui lisan. Begitu banyak kisah yang tak mungkin terbagi melalui ucapan. Begitupun dengan segala kegundahan hatiku yang tak bisa ku bagi dengan tutur kataku. Aku hanya mampu mengajak jemariku untuk menari-nari di atas lembaran kertas. Menuangkan segala kegundahan hati dalam bahasa tulisan. Bahkan aku tersenyum, menangis, dan memaki melalui tulisan-tulisanku.
Di saat aku marah, kemarahan itu tertahan di dada. Mulutku tak mampu untuk berucap hanya tanganku yang mampu menggambarkan kemarahanku. Begitu pun, ketika aku sedih, air mataku tertuang dalam tulisan-tulisanku tanpa bisa ku bagi dengan orang lain.
Dulu aku merasa bodoh dengan ketidakmampuanku mengungkapkan sesuatu melalui bahasa lisan. Aku merasa muak dan marah. Tetapi, anehnya aku malah kembali menuangkan segala kemarahanku di atas kertas.
Sekarang, aku telah sadar bahwa menulis merupakan bagian dari hidupku. Kesadaran itu muncul ketikan aku mulai banyak membaca. Banyak ilmuwan yang mampu mengubah dunia melalui tulisan dan aku pun ingin menjadi bagian dari pengubah dunia.
Aku pernah melihat betapa dasyatnya pengaruh dari sebuah tulisan. Ketika itu, sekelompok mahasiswa melakukan orasi di depan kampus. Hanya segelintir orang yang peduli dengan hal itu. Tetapi ketika selebaran dibagikan, orang-orang seolah tersihir. Mereka mampu merasakan kemarahan melalui rangkaian bait-bait kalimat.
Kekuatan magic dari sebuah tulisan juga mampu mempengaruhiku. Iman Al-Gazhali mengatakan “Kalau kamu bukan anak raja dan engkau bukan anak ulama besar, maka jadilah penulis”. Kata-kata itulah yang sering menjadi motivasiku dalam menulis.
Menulis merupakan panggilan jiwa. Itulah pandanganku kini tentang menulis, yang dulu kehadirannya aku benci. Aku ingin memotivasi orang lain dengan tulisan dan karya-karyaku. Aku ingin menggoreskan dan merangkai mimpi-mimpiku dengan menulis. Aku tak ingin hilang dari peradaban dengan menulis.
Sebuah tulisan akan mampu bertahan hingga kapan pun, walau penulisnya sudah tidak ada lagi. Namun sebaliknya, bahasa lisan akan tenggelam oleh pengaruh zaman. Mungkin itulah yang ada dalam pikiran umar bin khatab ketika dia mengusulkan untuk membukukan Al-Qur’an. Dapat dibayangkan jika Al-Qur’an tidak dibukukan, mungkin ajaran islam yang ada di zaman sekarang tidak murni lagi dan bahkan hilang dari peradaban dunia.
Setiap hari aku meluangkan waktuku untuk menulis apapun. Menuangkan rasa rinduku kepada dunia tulisan. Kadang aku kehilangan inspirasi untuk menulis. Tetapi, aku sadar inspirasi kita lah yang menciptakan bukan untuk kita tunggu kedatangannya.
Menulislah, maka kamu akan menguasai dunia. Kata-kata itu terus terngiang di telingaku dan terus menyelimuti hatiku. Kata-kata itu menjadi cambuk bagiku ketika aku mulai kehilangan motivasi untuk menulis.
Aku juga sering mengingat sebuah nasehat, menulis tanpa pernah membaca itu mustahil. Menulis adalah aliran darahku, dan membaca merupakan denyut nadiku. Darah hanya bisa mengalir jika nadi berdenyut. Begitu pun menulis hanya bisa kita lakukan jika kita membaca.
Aku tidak ingin berhenti untuk menulis hingga kapan pun, karena duniaku kini mewajibkanku untuk menulis. Setiap hari aku bergelut dengan lembaran-lembaran laporan dan goresan mimpi-mimpiku. Tulisan ini harus segera ku akhiri karena laporan-laporan itu terus-terus berkoar memanggilku. Ku sudahi semua ini karena aku harus adil dengan semua impianku. Kesuksesanku dalam menulis harus dibarengi dengan kesuksesanku menjadi seorang pendidik.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

For My Best Friend

Sosok Imaginasi

Tangisan di penghujung Siang